
Jakarta – Sidang Paripurna DPR sudah ketok palu namun bukan berarti bakal berjalan mulus. Masih saja ada ganjalan. Salah satunya tudingan bahwa Marzuki Alie enggan menandatangani hasil paripurna. Benarkah?
Adalah Bambang Soesatyo anggota Pansus Century dari Fraksi Partai Golkar yang kali pertama mengungkapkan perihal keengganan Ketua DPR Marzuki Alie untuk menandatangani kesimpulan dan rekomendasi.
“Saya dapat informasi Ketua DPR Marzuki Alie tak ingin tanda tangan jika masih tercantum nama-nama yang ada dalam opsi C. Kalau Marzuki menolak tanda tangan jelas sudah mengabaikan proses demokrasi,” ujarnya, di Jakarta, Minggu (7/3).
Menurut Bambang, sikap Marzuki Alie jelas langkah inkonstitusional karena paripurna DPR jelas-jelas memenangkan opsi C sebanyak 325 anggota DPR yang mencantumkan nama Boediono dan Sri Mulyani dalam kesimpulan dan rekomendasi.
“Kita sangat menyesalkan Marzuki telah melakukan tindakan inkonstitusi, sudah jelas 325 anggota dan enam fraksi memilih opsi C yang mencantumkan nama-nama tersebut (Boediono dan Sri Mulyani),” tegasnya.
Namun ketika dikonfirmasi perihal keengganan untuk menandatangani hasil paripurna DPR, Ketua DPR Marzuki Alie membantahnya. Ia mengaku, hasil keputusan paripurna DPR sudah ia tandatangani dan siap dikirim ke Presiden. “Tidak benar apa yang dikatakan Bambang Soesatyo. Jangan suka memfitnah,” tegasnya.
Hanya saja, Marzuki mengaku memang dirinya meminta lampiran-lampiran terkait pemeriksaan pansus, seperti hasil transkrip dan dokumen lainnya saat Pansus mengirimkan dokumen kepada pimpinan dewan.
Langkah ini dia tempuh, menurut Marzuki, agar tidak menandatangani cek kosong. “Saya tidak mau menandatangi seperti cek kosong. Nanti takutnya ada kalimat atau bagian yang penting yang hilang. Nah, tadi lampiran yang kurang lengkap dikirim dan sudah tandatangan saya,” tandasnya.
INILAH.COM mengkonfirmasi kepada staf ahli Pansus Century perihal informasi Bambang Soesatyo tentang Marzuki Alie. Salah satu staf ahli Pansus Century yang enggan disebutkan namanya mengaku memang Marzuki Alie enggan menandatangani hasil paripurna DPR.
“Ketua DPR meminta soal pencantuman imbauan penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani agar dicoret bahkan ia coret sendiri. Menurut Marzuki Alie, itu terlalu vulgar,” ujarnya.
Padahal, sambung sumber tersebut, dalam kesimpulan dan rekomendasi yang tertulis perihal imbauan penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani merupakan bagian tak terpisahkan dengan kesimpulan awal, pandangan fraksi terkait aliran dana, serta pandangan akhir fraksi.
“Waktu awal-awal pansus bekerja, imbauan penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani memang telah menjadi kesepakatan Pansus. Nah itu tidak bisa dipisahkan dengan kesimpulan awal fraksi, maupun pandangan akhir fraksi,” cetusnya.
Sumber tersebut menambahkan, Marzuki Alie pada akhirnya mau menandatangani setelah Tim Ahli Pansus Century menyerahkan dokumen-dokumen terkait pemeriksaan Pansus Century. “Setelah kita kasih bukti-bukti kepada Ketua DPR, akhirnya mau menandatangani,” cetusnya.
Kesimpulan paripurna DPR yang dipersoalkan Ketua DPR Marzuki Alie yaitu sebagai berikut: “…..Berdasarkan pendekatan tersebut, dengan didahului himbauan untuk penonaktifan Pejabat Negara yang diduga terlibat pada 17 Desember 2009, dilanjutkan dengan pandangan/catatan awal fraksi-fraksi yang disampaikan pada 8 Februari 2010, pandangan/catatan tentang aliran dana tanggal 17 Februari 2010 dan pandangan/catatan akhir tanggal 23 Februaru 2010.”
Sementara terpisah, Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai apa yang dilakukan Ketua DPR Marzuki Alie merupakan bentuk perlawanan kepada institusi DPR. “Kalau dia menolak untuk menandatangani sama saja Ketua DPR melakukan perlawanan terhadap institusinya sendiri,” tegasnya.
Hanya saja, sikap kehati-hatian dalam menandatangani kesimpulan dan rekomendasi, menurut Sebastian sudah tepat dilakukan Marzuki Alie. “Kalau alasannya untuk kehati-hatian ya tidak masalah. Masalahnya, kalau Marzuki Alie menolak untuk tandatangan karena dia kader Partai Demokrat yang kemarin memilih opsi A,” cetusnya.
Sebastian meyakini tidak ada celah dari siapapun untuk mendegradasi hasil paripurna DPR. Saat ini, tidak ada cara lain selain menyerahkan hasil keputusan DPR kepada pihak-pihak yang berwenang seperti aparat penegak hukum. “Soal terbukti atau tidak, itu diserahkan ke penegak hukum,” tegasnya.