Definisi Profesi
:
Organisasi
profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang
menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan
fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka
sebagai individu.
Beberapa pengertian profesi menurut pendapat :
Ø Winsley (1964)
Profesi adalah
suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan
teori yang sistematis guna mengahadapi banyak tantangan baru, memerlukan
pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus
utama pada pelayan.
Ø Schein E. H
(1962)
Profesi
merupakan suatu keahlian atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang
sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.
Ø Hughes E. C
(1963)
Profesi
merupakan suatu keahlian dalam mengetahui segala sesuatu dengan lebih baik
dibandingkan orang lain.
ACM (Association
for Computing Machinery)
ACM (Association
for Computing Machinery) atau Asosiasi untuk Permesinan Komputer adalah sebuah
serikat ilmiah dan pendidikan komputer pertama di dunia yang didirikan pada
tahun 1947. Anggota ACM sekitar 78.000 terdiri dari para profesional dan para
pelajar yang tertarik akan komputer. ACM bermarkas besar di Kota New York. ACM
diatur menjadi 170 bagian lokal dan 34 grup minat khusus (SIG), di mana mereka
melakukan kegiatannya.
SIG dan ACM,
mensponsori konferensi yang bertujuan untuk memperkenalkan inovasi baru dalam
bidang tertentu. Tidak hanya mensponsori konferensi, ACM juga pernah
mensponsori pertandingan catur antara Garry Kasparov dan komputer IBM Deep
Blue.
IEEE (Institute
of Electrical and Electronics Engineers)
IEEE adalah
organisasi internasional beranggotakan para insinyur dengan tujuan untuk
mengembangan teknologi untuk meningkatkan harkat kemanusiaan. Sebelumnya IEEE
memiliki kepanjangan yang dalam Indonesia berarti Institut Insinyur Listrik dan
Elektronik (Institute of Electrical and Electronics Engineers). Namun kini
kepanjangan itu tak lagi digunakan, sehingga organisasi ini memiliki nama resmi
IEEE saja.
IEEE adalah
sebuah organisasi profesi nirlaba yang terdiri dari banyak ahli di bidang
teknik yang mempromosikan pengembangan standar-standar dan bertindak sebagai pihak
yang mempercepat teknologi-teknologi baru dalam semua aspek dalam industri dan
rekayasa (engineering), yang mencakup telekomunikasi, jaringan komputer,
kelistrikan, antariksa, dan elektronika.
IEEE memiliki
lebih dari 300.000 anggota individual yang tersebar dalam lebih dari 150
negara. Aktivitasnya mencakup beberapa panitia pembuat standar, publikasi
terhadap standar-standar teknik, serta mengadakan konferensi.
IEEE Indonesia
Section berada pada IEEE Region 10 (Asia-Pasifik). Ketua IEEE Indonesia Section
tahun 2009-2010 adalah Arnold Ph Djiwatampu. Saat ini IEEE Indonesia Section
memiliki beberapa chapter, yaitu:
a. Chapter
Masyarakat Komunikasi (Communications Society Chapter)
b. Chapter
Masyarakat Sistim dan Sirkuit (Circuits and Systems Society Chapter)
c. Chapter
Teknologi Bidang Kesehatan dan Biologi (Engineering in Medicine and Biology
Chapter)
d. Chapter
Gabungan untuk Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Peralatan Elektron, Masyarakat
Elektronik Listrik, dan Masyarakat Pemroses Sinyal (Join Chapter of Education
Society, Electron Devices Society, Power Electronics Society, Signal Processing
Society)
e. Chapter
Gabungan MTT/AP-S (Joint chapter MTT/AP-S)
Pembentukan
Standar Profesi Teknologi Informasi di Indonesia
Dalam
memformulasikan standard untuk Indonesia, suatu workshop sebaiknya
diselenggarakan oleh IPKIN. Partisipan workshop tersebut adalah orang-orang
dari industri, pendidikan, dan pemerintah. Workshop ini diharapkan bisa
memformulasikan deskripsi pekerjaan dari klasifikasi pekerjaan yang belum
dicakup oleh model SRIG-PS, misalnya operator. Terlebih lagi, workshop tersebut
akan menyesuaikan model SRIG-PS dengan kondisi Indonesia dan menghasilkan model
standard untuk Indonesia. Klasifikasi pekerjaan dan deskripsi pekerjaan ini
harus diperluas dan menjadi standard kompetensi untuk profesioanal dalam
Teknologi Informasi.
Persetujuan dan pengakuan dari pemerintah adalah hal penting dalam pengimplementasian standard di Indonesia. Dengan demikian, setelah standard kompetensi diformulasikan, standard tersebut dapat diajukan kepada kepada Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja. Selain itu standard tersebut juga sebaiknya harus diajukan kepada Menteri Pendidikan dengan tujuan membantu pembentukan kurikulum Pendidikan Teknologi Informasi di Indonesia dan untuk menciptakan pemahaman dalam pengembangan model sertifikasi.
Untuk melengkapi standardisasi, IPKIN sudah perlu menetapkan Kode Etik untuk Profesi Teknologi Informasi. Kode Etik IPKIN akan dikembangkan dengan mengacu pada Kode Etik SEARCC dan menambahkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Selanjutnya, mekanisme sertifikasi harus dikembangkan untuk mengimplementasikan standard kompetensi ini. Beberapa cara pendekatan dari negara lain harus dipertimbangkan. Dengan demikian, adalah penting untuk mengumpulkan mekanisme standard dari negara-negara lain sebelum mengembangkan mekanisme sertifikasi di Indonesia.
Sertifikasi sebaiknya dilaksanakan oleh IPKIN sebagai Asosiasi Komputer Indonesia. Pemerintah diharapkan akan mengakui sertifikat ini, dan memperkenalkan dan mendorong implementasinya di industri. Dalam mengimplementasikan mekanisme sertifikasi, beberapa badan perlu dibentuk
* Badan Penguji harus dibentuk dan institusi pendidikan sebaiknya dilibatkan dalam mekanisme ini. Hal ini perlu karena institusi pendidikan memiliki pengalaman dalam memberikan ujian.
* Panitia Persiapan Ujian, mempersiakan kebutuhan administrasi, pendaftaran, penjadwalan, pengumpulan materi ujian.
* Pelaksana Ujian, mempersiapkan tempat ujian dan melaksanakan ujian. Menyerahkan hasil ujian kepada Badan Penguji untuk diperiksa, mengolah hasil dan memberikan hasil kepada IPKIN
* Pelaksana akreditasi training centre, untuk kebutuhan resertifikasi maka perlu dibentuk badan yang melakukan penilaian terhadap pelaksana pusat pelatihan, tetapi hal ini baru dilaksanakan setelah 5 tahun sistem sertifikasi berjalan,.
* Pelaksana resertifikasi, hal ini mungkin baru dapat dilaksanakan setelah 5 tahun setelah sistem sertifikasi berjalan dengan baik
Kerja sama antara institusi terkait dikoordinasikan. IPKIN sebagai Asosiasi Profesi dapat memainkan peranan sebagai koordinator. Dalam pembentukan mekanisme sertifikasi harus diperhatikan beberapa hal yang dapat dianggap sebagai kriteria utama:
* Sistem sertifikasi sebaiknya kompatibel dengan pembagian pekerjaan yang diakui secara regional.
* Memiliki berbagai instrument penilaian, misal test, studi kasus, presentasi panel, dan lain-lain.
* Harus memiliki mekanisme untuk menilai dan memvalidasi pengalaman kerja dari para peserta, karena kompetensi profesional juga bergantung dari pengalaman kerja pada bidang tersebut.
* Harus diakui pada negara asal.
* Harus memiliki silabus dan materi pelatihan, yang menyediakan sarana untuk mempersiapkan diri untuk melakukan ujian sertifikasi tersebut.
* Sebaiknya memungkinkan untuk dilakukan re-sertifikasi
Sebagai kriteria tambahan adalah :
* Terintegrasi dengan Program Pengembangan Profesional
* Dapat dilakukan pada region tersebut.
Dalam hal sertifikasi ini SEARCC memiliki peranan dalam hal :
* Menyusun panduan
* Memonitor/dan bertukar pengalaman
* Mengakreditasi sistem sertifikasi, agar mudah diakui oleh negara lain anggota SEARCC
* Mengimplementasi sistem yang terakreditasi tersebut
Persetujuan dan pengakuan dari pemerintah adalah hal penting dalam pengimplementasian standard di Indonesia. Dengan demikian, setelah standard kompetensi diformulasikan, standard tersebut dapat diajukan kepada kepada Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja. Selain itu standard tersebut juga sebaiknya harus diajukan kepada Menteri Pendidikan dengan tujuan membantu pembentukan kurikulum Pendidikan Teknologi Informasi di Indonesia dan untuk menciptakan pemahaman dalam pengembangan model sertifikasi.
Untuk melengkapi standardisasi, IPKIN sudah perlu menetapkan Kode Etik untuk Profesi Teknologi Informasi. Kode Etik IPKIN akan dikembangkan dengan mengacu pada Kode Etik SEARCC dan menambahkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Selanjutnya, mekanisme sertifikasi harus dikembangkan untuk mengimplementasikan standard kompetensi ini. Beberapa cara pendekatan dari negara lain harus dipertimbangkan. Dengan demikian, adalah penting untuk mengumpulkan mekanisme standard dari negara-negara lain sebelum mengembangkan mekanisme sertifikasi di Indonesia.
Sertifikasi sebaiknya dilaksanakan oleh IPKIN sebagai Asosiasi Komputer Indonesia. Pemerintah diharapkan akan mengakui sertifikat ini, dan memperkenalkan dan mendorong implementasinya di industri. Dalam mengimplementasikan mekanisme sertifikasi, beberapa badan perlu dibentuk
* Badan Penguji harus dibentuk dan institusi pendidikan sebaiknya dilibatkan dalam mekanisme ini. Hal ini perlu karena institusi pendidikan memiliki pengalaman dalam memberikan ujian.
* Panitia Persiapan Ujian, mempersiakan kebutuhan administrasi, pendaftaran, penjadwalan, pengumpulan materi ujian.
* Pelaksana Ujian, mempersiapkan tempat ujian dan melaksanakan ujian. Menyerahkan hasil ujian kepada Badan Penguji untuk diperiksa, mengolah hasil dan memberikan hasil kepada IPKIN
* Pelaksana akreditasi training centre, untuk kebutuhan resertifikasi maka perlu dibentuk badan yang melakukan penilaian terhadap pelaksana pusat pelatihan, tetapi hal ini baru dilaksanakan setelah 5 tahun sistem sertifikasi berjalan,.
* Pelaksana resertifikasi, hal ini mungkin baru dapat dilaksanakan setelah 5 tahun setelah sistem sertifikasi berjalan dengan baik
Kerja sama antara institusi terkait dikoordinasikan. IPKIN sebagai Asosiasi Profesi dapat memainkan peranan sebagai koordinator. Dalam pembentukan mekanisme sertifikasi harus diperhatikan beberapa hal yang dapat dianggap sebagai kriteria utama:
* Sistem sertifikasi sebaiknya kompatibel dengan pembagian pekerjaan yang diakui secara regional.
* Memiliki berbagai instrument penilaian, misal test, studi kasus, presentasi panel, dan lain-lain.
* Harus memiliki mekanisme untuk menilai dan memvalidasi pengalaman kerja dari para peserta, karena kompetensi profesional juga bergantung dari pengalaman kerja pada bidang tersebut.
* Harus diakui pada negara asal.
* Harus memiliki silabus dan materi pelatihan, yang menyediakan sarana untuk mempersiapkan diri untuk melakukan ujian sertifikasi tersebut.
* Sebaiknya memungkinkan untuk dilakukan re-sertifikasi
Sebagai kriteria tambahan adalah :
* Terintegrasi dengan Program Pengembangan Profesional
* Dapat dilakukan pada region tersebut.
Dalam hal sertifikasi ini SEARCC memiliki peranan dalam hal :
* Menyusun panduan
* Memonitor/dan bertukar pengalaman
* Mengakreditasi sistem sertifikasi, agar mudah diakui oleh negara lain anggota SEARCC
* Mengimplementasi sistem yang terakreditasi tersebut
Model dan
standar profesi di USA dan Kanada
Dunia Teknologi
Informasi (TI) merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya
pada tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun
mendatang. Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya
ng lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian
dan fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer Confideration
(SEARCC) merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional
IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada
Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari negara-negara : Hong
Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan
konferensi setahun dua kali di tiap negara anggotanya secara bergiliran.
Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi dilakukan seka li tiap
tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC ’96 kali ini
diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8
Juli 1996.
Sri Lanka telah
menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Austr alia,
Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina,
Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota
South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam
berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS
(Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation) , yang mencoba
merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk
keperluan tersebut.
STANDARDISASI PROFESI MODEL SRIG-PS SEARCC
SRIG-PS dibentuk
karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga standard profesional yang
tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya ketika sumber daya di region
ini memiliki kontribusi yang penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara
global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil sebagai berikut :
Terbentuknya
Kode Etik untuk profesional TI
Klasifikasi
pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
Panduan metoda
sertifikasi dalam TI
Promosi dari
program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC
Pada pertemuan
yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat point tersebut hampir
dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di Karachi. Dalam
pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsor dari Center of
International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja tersebut dapat
diperoleh di Central Academy of Information Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan
SRIG-PS dilakukan dalam 2 phase.
Phase 1, hingga
pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
Phase 2, akan
diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC
97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.
STANDAR PROFESI
DI AMERIKA & EROPA
Pustakawan dan
Konsep Negara Modern
Satu hal penting
mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya,
perkembangan profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah
pembentukan Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia
akademik. Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik
merupakan bagian dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi
negara untuk menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi
purstakawan (bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai
berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa MLS atau MLIS (Master of Library and Information Science). Pendidikan jenjang S2 ini ditempuh selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat kondusif untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri, yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga memiliki pengetahuan di bidang hukum.
Untuk memastikan
hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang memastikan seorang
pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan. Selain harus memiliki
sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga terus mengembangkan
pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang
berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi
perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna
dan proses pengolahan.
Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya
Sementara itu,
pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan manajemen dan pengelolaan
perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan internet, memasang sistem
katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai
staf teknis perpustakaan. Umumnyam mereka memiliki latar belakang pendidikan di
bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan.
Hal ini tentu
berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan seringkali ditempatkan
hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog, mencari dan
mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi dokumen yang
dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara
pustakawan dan staf teknis. Perbedaan lainnya juga terletak pada relasi antara
pustakawan dengan profesi yang didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang
bekerja di universitas memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan
riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain itu,
mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa melalui kurikulum
dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah untuk berdiskusi megnenai
akses informasi. Pustakawan mempresentasikan dan berdiskusi megnenai bagaimana
menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan alat-alat yang disediakan
untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta etika akademis dalam mengutip
tulisan orang lain. Selain itu, juga disediakan panduan online yang
diintegrasikan dengan situs mata kuliah tersebut.
Contoh lainnya
adalah hubungan profesi pustakawan dengan profesi ahli bahasa. Pustakawan di
Amerika Serikat bekerjasama dengan The Modern Language Association menyusun
panduan yang berkaitan dengan informasi linguistik yang berisi materi-materi,
metode-metode dan bahkan hal-hal mengenai etika yang berkaitan dengan
linguistik. Profesi pustakawan hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang
dapat berkontribusi bagi profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika
Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan
kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan tidak berfungsi
sekedar sebagai supervisi dan kolektor dokumen saja. Selain itu, hubungan antar
pustakawan dengan profesi yang didukungnya, misalnya dalam dunia akademik,
menjadi setara.
Komunitas
Pustakawan yang Kritis
Hal yang menarik
lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika Serikat yang sangat kritis
terhadap perkembangan yang bisa berdampak pada perpustakaan dan profesinya.
Komunitas pustakawan di Amerika Serikat terlibat aktif dalam gerakan akses
terbuka terhadap informasi. Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan
penyedia informasi yang lebih murah bagi publik. Mereka bekerja dengan para
akademisi dan organisasi-organisasi penting. Salah satunya, adalah advokasi
kepada para akademisi untuk tidak mempublikasikan tulisannya melalui
penerbit-penerbit yang mahal. Sebaliknya, mereka mendorong pendirian
penerbit-penerbit di universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan
para dosennya sendiri.
Hal ini
merupakan upaya untuk menyediakan tulisan akademik dengan harga yang lebih
murah.
Selain itu,
komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak cipta. Misalnya,
menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis terutama dalam penandatangan
kontrak dengan penerbit. Di Amerika Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal
yang mengharuskan penulis untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi
karyanya di lingkungan pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi
kepada penulis untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang
diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya.
Komunitas
pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka terhadap UU Hak
Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan untuk perpustakaan dari
bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta
Amerika Serikat membolehkan untuk membuat micro film dari koran-koran lokal
atau bahan-bahan yang sudah jarang ditemukan dibolehkan untuk kepentingan
penyimpanan. Namun demikian, komunitas pustakawan di Amerika Serikat
berpandangan, perpustakaan memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari
micro film yang sudah dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas
pustakawan di Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur
dalam WTO.
Komunitas
pustakawan ini memiliki organisasi yang efisien. Biaya keanggotaan digunakan
untuk membiayai staff dalam skala kecil di Washington DC. Visinya adalah untuk
melindungi kepentingan perpustakawan. Fokus pekerjaan mereka adalah isu-isu
yang berdampak pada perpustakaan, hak cipta. Selain melakukan kegiatan di atas,
mereka juga seringkali melakukan presentasi di hadapan kongres agar mengetahui
isu-isu yang dihadapi oleh para pustakawan. Mereka juga aktif bila ada
kebijakan nasional yang melanggar hak untuk memperoleh informasi demi alasan
keamanan nasional. Sebuah kisah yang seharusnya menginspirasi profesi
pustakawan di Indonesia.
Referensi : http://anugerawan.blogspot.com/2011/05/model-pengembangan-standar-profesi.html